Saturday, February 20, 2010

Bentuk Tubuh Rasul, Sifat dan Kebiasaan.

Dalam suatu riwayat yang bersumber dari Hasan bin 'Ali r.a, dikemukakan; bahwa ia pernah bertanya kepada pamannya yang bernama Hind bin Abi Halah) tentang sifat Nabi saw. Hind menjawab:
Rasulullah saw. adalah seorang yang berjiwa besar dan berwibawa. Wajahnya cerah bagaikan rembulan di malam purnama. Beliau lebih tinggi dari orang yang pendek dan lebih pendek dari orang yang tinggi. Beliau berjiwa pelindung. Rambutnya bergelombang. Apabila beliau menyisir (rambutnya), maka dibelahnya menjadi dua. Bila tidak, maka ujung rambutnya tidak melampaui daun telinga. Rambutnya disisir dengan rapih, sehingga tampak selalu bersih. Dahinya lebar, alisnya melengkung bagaikan dua bulan sabit yang terpisah. Di antara keduanya terdapat urat yang tampak kemerah-merahan ketika marah. Hidungnya mancung, di puncaknya ada cahaya yang memancar, hingga orang yang tidak mengatahuinya akan mengira puncak hidungnya lebih mancung. Janggutnya tebal, kedua pipinya mulus, mulutnya lebar (serasi dengan bentuk wajahnya), giginya agak jarang teratur rapih, bulu dadanya halus, lehernya mulus dant egak bagaikan leher kendi. Bentuk tubuhnya sedang-sedang saja, badannya berisi, perut dan dadanya sejajar, dadanya bidang, jarak antara kedua bahunya lebar dan tulang persendiannya besar. Badannya yang tidak ditumbuhi rambut nampak bersih bercahaya. Dari pangkal leher sampai ke pusat tumbuh bulu yang tebal bagaikan garis. Kedua susu dan perutnya bersih selain yang disebut tadi. Kedua hasta, bahu dan dada bagian atas berbulu halus. Kedua ruas tulang tangannya panjang, telapak tangannya lebar. Kedua telapak tangan dan kakinya tebal, jemarinya panjang, lekukan telapak kakinya tidak menempel ketanah. Kedua kakinya licin sehingga air pun tidak menempel. Bila ia berjalan, diangkat kakinya dengan tegap. Ia melangkah dengan mantap dan berjalna dengan sopan. Jalannya cepat, seakan beliau turun ke tempat yang rendah. Bila beliau menoleh seseorang, maka beliau memalingkan seluruh badannya. Pandangan matanya terarah ke bawah, hingga pandangannya ke bumi lebih lama dari pandangannya kelangit. Pandangannya penuh makna. Bila ada sahabat berjalan, maka beliau berjalan di belakangnya dan bila berpapasan maka beliau menyapanya dengan salam.)
Bentuk Khatamun Nubuwah
Dalam suatu riwayat yang bersumber dari as-Sa'ib bin Yazid r.a. di kemukakan.
"Bibiku membawa aku untuk menemui Nabi saw., lantas ia berkata kepada Rasulullah saw.: 'Ya Rasululah, keponakanku ini sakit"
Ketika itu Rasulullah saw. menyapu kepalaku (as-Sa'ib), mendo'akan keberkahan untukku dan berwudhlu. Air sisawudlunya lalu kuminum. Setelah itu aku berdiri. Setelah itu aku berdiri di belakangnya; aku memandang kepada khatam (tanda kenabian) yang terletak diantara kedua bahunya. Ternyata khatam itu sebesar telur burung dara".
(Diriwayatkan oleh Quataibah bin Sa'id dari Hatim bin Ismail, dari Ja'd bin Abdurahman yang bersumber dari Sa'ib bin Yazid r.a.)

Dalam suatu riwayat, Jabir bin Samurah r.a. mengemukakan perihal Khatamun Nabi sebagai berikut:
"Aku pernah melihat khatam (tanda kenabian) rasul. Ia terletak di antara kedua bahu Rasulullah saw. bentuknya seperti sepotong daging berwarna merah sebesar telur burung dara".
(Diriwayakan oleh Sa'id bin Ya'qub at-Thalawani dari Ayub bin Jabir, dari simak bin Harb yang bersumber dari Jabir bin Samurah r.a.)
Abu Buraidah r.a. menceritakan tentang pengalaman Salman al-Farisi sebagai berikut:
"Salman al-Farisi datang membawa baki berisi kurma kepada Rasulullah saw., (sewaktu ia baru tiba di Madinah). Baki itu diletakkan di hadapan Rasulullah saw.
Rasulullah saw. bersabda: "Wahai Salman! apa ini?'
Salman menjawab: 'Ini sedekah buat anda dan para sahabat anda'.
Rasululah saw. bersabda: "Angkatlah ini dari sini, kami tak makan sedekah'.
Baki itu pun diangkat oleh Salman. Keesokan harinya, ia datang lagi dengan membawa makanan yang serupa dan diletakkan di hadapan Rasulullah saw.
Rasulullah saw. bersabda: 'Apakah ini wahai Salman?"
Salman menjawab: "Ini adalah hadiah buat tuan".
Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya: 'Hidandkanlah!"
(Diriwayatkan oleh Abu 'Ammar bin Harits al-Khuza'i, dari 'Ali bin Husein bin Waqid, dari 'Abdullah bin Buraidah, yang bersumber dari  Abu Buraidah r.a.)


Rambut Rasulullah saw.
Aisyah r.a. pernah berkata sebagai berikut :
"Aku dan Rasulullah saw. mandi bersama dari satu tempayan yang sama. Beliau (rasulullah) memiliki rambut (yang panjangnya) di atas bahu dan dibawah daun telinga"
(Diriwayatkan oleh Hanad bin as-Sirri, dari Abdurrahman bin Abi Zinad, dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya yang bersumber dari Aisyah r.a.)


Qatadah oernah bertanya pada Anas bin Malik r.a. tentang rambut Rasulullah saw. Anas menjawab:
"Rambut Rasulullah tidak terlampau keritik (ikal), tidak pula lurus kaku. Rambutnya mencapai kedua daun telinganya".


Dalam suatu riwayat, Ibnu Abbas r.a. mengemukakan:
"Sesungguhnya Beliau saw. dulunya menyisir rambutnya ke belakang, sedangkan orang-orang musyrik menyisir rambutnya mereke ke kiri dan ke kanan, dan Ahlul Kitabmenyisir rambutnya kebelakang. Selama tidak ada perintah lain, Rasulullah saw. senang menyesuaikan diri dengan Ahlul Kitab. Kemudian, Rasulullah saw. menyisir rambutnya ke kiri dan ke kanan.)
(Diriwayakan oleh Suwaid bin Nashr dari Abdullah bin al-Mubarak, dari Yunus bin Yazid, dari as-Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, yang bersumbe dari Ibnu Abbas r.a.)

(Tunggu lanjutan hadist riwayat Rasulullah saw di session berikutnya)





Sunday, February 7, 2010

Hadits

Hadits (bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.

Etimologi
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[1] Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif,[2] maka kata tersebut adalah kata benda.[3]

Struktur Hadits 
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).
Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits riwayat Bukhari)
Sanad
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah
Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :
  • Keutuhan sanadnya
  • Jumlahnya
  • Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

Matan

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:
  • Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
  • Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

Klasifikasi Hadits

Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan).

Berdasarkan ujung sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu' :
  • Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadits sebelumnya)
  • Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
  • Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".
Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).

Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur diatasnya.
Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW
  • Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
  • Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
  • Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
  • Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
  • Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).

Berdasarkan jumlah penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.
  • Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
  • Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
    • Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
    • Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
    • Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

Berdasarkan tingkat keaslian hadits

Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'
  • Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. Sanadnya bersambung;
    2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
    3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits .
  • Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
  • Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
  • Hadits Maudu', bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
Jenis-jenis lain Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:
  • Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
  • Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.
  • Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu'tal (Hadits sakit atau cacat)
  • Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan
  • Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)
  • Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
  • Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya
  • Hadits Syadz, Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.
  • Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi Hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya

Periwayat Hadits yang diterima oleh Muslim

  1. Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H)
  2. Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H)
  3. Sunan Abu Daud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H)
  4. Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H)
  5. Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H)
  6. Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).
  7. Imam Ahmad bin Hambal
  8. Imam Malik
  9. Ad-Darimi

Periwayat Hadits yang diterima oleh Syi'ah

Muslim Syi'ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad saw, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi'ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal.
Ada beberapa sekte dalam Syi'ah, tetapi sebagian besar menggunakan:
  • Ushul al-Kafi
  • Al-Istibshar
  • Al-Tahdzib
  • Man La Yahduruhu al-Faqih
(Sumber: http://www.wikipedia.org)