Monday, May 30, 2016

Takazawa: Preman Jepang yang masuk Islam

Hidayah Allah seringkali datang dengan berbagai cara tak terduga dan bisa menghampiri siapapun yang dikehendaki-Nya. Seperti yang dialami oleh seorang mantan anggota geng Yakuza, Taki Takazawa. 

Dahulu Takazawa adalah tukang tato para anggota kelompok mafia paling ditakuti di Jepang, Yakuza. Penampilannya begitu menakutkan dengan rambut gondrong dan tubuh dipenuhi tato. Selama 20 tahun profesi itu digelutinya.
Namun siapa sangka kini Takazawa berubah 180 derajat. Perubahan besar dalam hidup dialaminya setelah ia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, kini ia mengganti namanya menjadi Abdullah yang berarti 'Hamba Allah SWT'. Takazawa kini bahkan telah menjadi Imam besar di sebuah masjid di Ibukota Jepang, Tokyo.
Suara indahnya ketika mengumandangkan azan bisa terdengar hingga seantero Tokyo tiap kali waktu salat tiba.Dilansir Dream dari Islamicmovement.org, perkenalan Takazawa dengan Islam berlangsung secara tidak sengaja. Berawal ketika dirinya sedang ada di wilayah Shibuya.
Ia melihat seseorang dengan berkulit putih dan berjanggut putih. Orang itu mengenakan baju dan turban yang juga berwarna putih. "Orang itu memberikan sebuah kertas dan menyuruh saya untuk membaca kalimat yang tertera di dalamnya," ujar Takazawa.
Kalimat itu ternyata syahadat, pengakuan pada keesaan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Seperti kebanyakan penduduk Jepang, saat itu Takazawa masih menganut aliran kepercayaan Shinto sehingga ia kesulitan untuk memahami keseluruhan maksud kalimat syahadat tersebut. Namun diakuinya, ia pernah sepintas mendengar nama Allah dan Muhammad.
Pertemuan dengan orang serba putih itu rupanya begitu membekas di ingatan Takazawa. Ia pun terus mencaritahu makna di balik pesan kalimat syahadat yang diterimanya.
Hingga akhirnya, dalam pencarian tersebut Takazawa mendapatkan hidayah dan memutuskan untuk menjadi seorang mualaf.
Tak dinyana, dua tahun setelah memeluk Islam, ia bertemu lagi dengan sosok pria serba putih yang mengubah hidupnya. "Ternyata dia adalah salah seorang Imam di Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi. Saya sangat bersyukur bisa bertemu dengannya," kata Takazawa.
Setelah pertemuan kedua itu, Imam Masjid Nabawi tersebut meminta Takazawa untuk melaksanakan ibadah haji dan menimba ilmu di Kota Mekah selama beberapa bulan.
Ia pun melakukan haji ke Mekah atas undangan pemerintah Arab Saudi pada tahun 2008, melanjutkan studi dan melakukan dakwah selama berada di Saudi. Saat Takazawa berada di Madinah ia bahkan pernah menjadi Imam di Masjid Nabawi.
Sepulangnya dari Arab, Takazawa dipercaya untuk menjadi Imam di sebuah masjid besar di wilayah Kabukicho, Tokyo. Kini, Abdullah Taki Takazawa dikenal sebagai satu dari lima Imam besar Masjid yang ada di Jepang. (Ism)

Asal-usul Syiah dan Dokrinnya

Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah sekte dengan jumlah penganut terbesar kedua dalam agama Islam, setelah Sunni. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan penganut Sunni, dan 10% penganut Syi'ah.[1] Madzhab Dua Belas Imam atau Itsna Asyariyyah merupakan yang terbanyak jumlah penganutnya dalam sekte ini, dan istilah Syi'ah secara umum sering dipakai merujuk pada mazhab ini. Pada umumnya, Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah pertama, seperti juga Sunni menolak Imamah Syi'ah setelah Ali bin Abi Thalib. Madzhab Syi'ah Zaidiyyah termasuk Syi'ah yang tidak menolak kepemimpinan tiga Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib. Secara bahasa, kata "Syi'ah" adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamak-nya adalah "Syiya'an" (شِيَعًا). Syī`ī (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari sekte tersebut.

Perangko Iran bertuliskan Hadits Gadir Kum. Ketika itu Nabi Muhammad menyebut Ali sebagai mawla.
Istilah Syi'ah berasal dari Bahasa Arab (شيعة) "Syī`ah". Lafadz ini merupakan bentuk tunggal, sedangkan bentuk pluralnya adalah "Syiya'an". Pengikut Syi'ah disebut "Syī`ī" (شيعي).
"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah "Syi`ah `Ali" (شيعة علي) yang berarti "pengikut Ali", yang berkenaan dengan turunnya Q.S. Al-Bayyinah ayat "khair al-bariyyah", saat turunnya ayat itu Nabi Muhammad bersabda, "Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung - ya 'Ali anta wa syi'atuka hum al-faizun".[2]
Kata "Syi'ah" menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Kaum yang berkumpul atas suatu perkara.[3]
Adapun menurut terminologi Islam, kata ini bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib adalah yang paling utama di antara para sahabat dan yang berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan atas kaum Muslim, demikian pula anak cucunya.[4]
Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan.

Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.
Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Muhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Menurut keyakinan Syi'ah, Ali berkedudukan sebagai khalifah dan imam melalui washiat Nabi Muhammad.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Ahlus Sunnah menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.

Dalam Syi'ah, ada Ushulud-din (perkara pokok dalam agama) dan Furu'ud-din (perkara cabang dalam agama). Syi'ah memiliki lima perkara pokok, yaitu:
  1. Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.
  2. Al-‘Adl, bahwa Tuhan adalah Mahaadil.
  3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
  4. Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
  5. Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya Hari Kebangkitan.
Dalam perkara ke-nabi-an, Syi'ah berkeyakinan bahwa:
  1. Jumlah nabi dan rasul Tuhan adalah 124.000.
  2. Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad.
  3. Nabi Muhammad adalah suci dari segala aib dan tanpa cacat sedikitpun. Dia adalah nabi yang paling utama dari seluruh nabi yang pernah diutus Tuhan.
  4. Ahlul-Bait Nabi Muhammad, yaitu Imam Ali, Sayyidah Fatimah, Imam Hasan, Imam Husain dan 9 Imam dari keturunan Imam Husain adalah manusia-manusia suci sebagaimana Nabi Muhammad.
  5. Al-Qur'an adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad.
Sekte-sekte Syiah:



Aliran Syi'ah dalam sejarahnya terpecah-pecah dalam masalah Imamiyyah. Sekte terbesar adalah Dua Belas Imam, diikuti oleh Zaidiyyah dan Ismailiyyah. Ketiga kelompok terbesar itu mengikuti garis yang berbeda Imamiyyah, yakni:

Disebut juga Imamiyyah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam) karena mereka percaya bahwa yang berhak memimpin kaum Muslim hanyalah para Imam dari Ahlul-Bait, dan mereka meyakini adanya dua belas Imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan Imamnya adalah:
  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  6. Jafar bin Muhammad (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  7. Musa bin Ja'far (745799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
  8. Ali bin Musa (765818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
  9. Muhammad bin Ali (810835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
  10. Ali bin Muhammad (827868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
  11. Hasan bin Ali (846874), juga dikenal dengan Hasan al-Askari
  12. Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi

Zaidiyyah

Disebut juga Syi'ah Lima Imam karena merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan Imamnya adalah:
  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Zaid bin Ali (658740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.

Ismailiyyah

Disebut juga Syi'ah Tujuh Imam karena mereka meyakini tujuh Imam, dan mereka percaya bahwa Imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan Imamnya adalah:
  1. Ali bin Abi Thalib (600661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
  2. Hasan bin Ali (625669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
  6. Ja'far bin Muhammad bin Ali (703765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
  7. Ismail bin Ja'far (721755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.

Status

Indonesia

Di Indonesia, Suryadharma Ali selaku menteri agama, di gedung DPR pada 25 Januari 2012 menyatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama menyatakan Syiah bukan Islam, "Selain itu, Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) pernah mengeluarkan surat resmi No.724/A.II.03/101997, tertanggal 14 Oktober 1997, ditandatangani Rais Am, M Ilyas Ruchiyat dan Katib KH. Drs. Dawam Anwar, yang mengingatkan kepada bangsa Indonesia agar tidak terkecoh oleh propaganda Syiah dan perlunya umat Islam Indonesia memahami perbedaan prinsip ajaran Syiah dengan Islam. "Menag juga mengatakan Kemenag mengeluarkan surat edaran no. D/BA.01/4865/1983 tanggal 5 Desember 1983 tentang hal ihwal mengenai golongan Syiah, menyatakan Syiah tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam." Majelis Ulama Indonesia sejak lama telah mengeluarkan fatwa penyimpangan Syi'ah dan terus mengingatkan umat muslim seperti pada Rakernas MUI 7 Maret 1984[5] Selain itu, MUI Pusat telah menerbitkan buku panduan mengenai paham Syi’ah pada bulan September 2013 lalu berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia”.[6][7]

Malaysia

Pemerintah Malaysia menyatakan bahwa Syi'ah adalah sekte yang menyimpang dari Hukum Syariat dan Undang–Undang Islam yang berlaku di Malaysia, dan melarang penyebaran ajaran mereka di Malaysia.[8][9]

Yordania

Pada Juli tahun 2005, Raja Abdullah II dari Yordania mengadakan sebuah Konferensi Islam Internasional yang mengundang 200 ulama dari 50 negara, dengan tema "Islam Hakiki dan Perannya dalam Masyarakat Modern" (27-29 Jumadil Ula 1426 H. / 4-6 Juli 2005 M.) Di Amman, ulama-ulama tersebut mengeluarkan sebuah pernyataan yang dikenal dengan sebutan Risalah Amman, yang menyerukan toleransi dan persatuan antar umat Islam dari berbagai golongan dan mazhab yang berbeda-beda.[10]

Hubungan Sunni-Syi'ah

Hubungan antara Sunni dan Syi'ah telah mengalami kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan ideologis antara para pengikut Bani Umayyah dan para pengikut Ali bin Abi Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syi'ah dengan nama Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna meninggalkan.[11]
Orang Islam menganggap firqah (golongan) ini tumbuh tatkala seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba yang menyatakan dirinya masuk Islam, mendakwakan kecintaan terhadap Ahlul Bait, terlalu memuja-muji Ali bin Abu Thalib, dan menyatakan bahwa Ali mempunyai wasiat untuk mendapatkan kekhalifahan.[12] Syi'ah menolak keras hal ini. Menurut Syiah, Abdullah bin Saba' adalah tokoh fiktif. Namun demikian, An-Naubakhti menganggap Abdullah bin Saba' benar ada, dan menuliskan hingga belasan riwayat lengkap dengan sanad yang mutawatir bahwa Abdullah bin Saba' ada.
Namun terdapat pula kaum Syi'ah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan Zaidiyyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib.--> Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan di antara para sahabat mengenai masalah imamah Abu Bakar dan Umar.[13]

Istilah Rafidhah

Sebutan Rafidhah erat kaitannya dengan sebutan Imam Zaid bin Ali yaitu anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan pada tahun 121 H.[14]
  • Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang melebihkan Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakar dan Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakar dan Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "Rafadhtumuunii".[15]
  • Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu' Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah pasti Syi'ah, sedangkan Syi'ah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syi'ah menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi'ah Zaidiyyah.
  • Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka dia (Imam Ahmad) menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar'."[16]
  • Pendapat juga diutarakan oleh Imam Syafi'i. Ia pernah mengutarakan pendapatnya mengenai Syi'ah dalam diwan asy-Syafi'i melalui penggalan syairnya: "Jika Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad, Maka hendaknya dua makhluk (jin dan manusia) bersaksi bahwa aku adalah seorang Rafidhi.", Dia juga berkata, "Mereka mengatakan, ‘Kalau begitu Anda telah menjadi Rafidhi?’ Saya katakan, ‘Sekali-kali tidak… tidaklah al-Rafdh (menolak Khalifah Abu Bakar dan Umar) itu agamaku, tidak juga keyakinanku." Imam Asy-Syafi'i berkata: "Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi/bersumpah palsu (berdusta) dari Syi’ah Rafidhah." () [17]  (dikutip dari Wikipedia)

Wednesday, May 25, 2016

Jihad

The literal meaning of Jihad is struggle or effort, and it means much more than holy war. Muslims use the word Jihad to describe three different kinds of struggle:
  • A believer's internal struggle to live out the Muslim faith as well as possible
  • The struggle to build a good Muslim society
  • Holy war: the struggle to defend Islam, with force if necessary
Many modern writers claim that the main meaning of Jihad is the internal spiritual struggle, and this is accepted by many Muslims.
However there are so many references to Jihad as a military struggle in Islamic writings that it is incorrect to claim that the interpretation of Jihad as holy war is wrong.

Jihad and the Prophet

The internal Jihad is the one that Prophet Muhammad is said to have called the greater Jihad.
But the quotation in which the Prophet says this is regarded as coming from an unreliable source by some scholars. They regard the use of Jihad to mean holy war as the more important.

The internal Jihad

An open Qur'an Learning the Qur'an by heart is considered engaging in Greater Jihad © The phrase internal Jihad or greater Jihad refers to the efforts of a believer to live their Muslim faith as well as possible.
All religious people want to live their lives in the way that will please their God.
So Muslims make a great effort to live as Allah has instructed them; following the rules of the faith, being devoted to Allah, doing everything they can to help other people.
For most people, living God's way is quite a struggle. God sets high standards, and believers have to fight with their own selfish desires to live up to them, no matter how much they love God.

The five Pillars of Islam as Jihad

The five Pillars of Islam form an exercise of Jihad in this sense, since a Muslim gets closer to Allah by performing them.
Other ways in which a Muslim engages in the 'greater Jihad' could include:
  • Learning the Qur'an by heart, or engage in other religious study.
  • Overcoming things such as anger, greed, hatred, pride, or malice.
  • Giving up smoking.
  • Cleaning the floor of the mosque.
  • Taking part in Muslim community activities.
  • Working for social justice.
  • Forgiving someone who has hurt them.

The Greater Jihad controversy

The Prophet is said to have called the internal Jihad the "greater Jihad".
On his return from a battle, the Prophet said: "We are finished with the lesser jihad; now we are starting the greater jihad." He explained to his followers that fighting against an outer enemy is the lesser jihad and fighting against one's self is the greater jihad (holy war).
This quotation is regarded as unreliable by some scholars. They regard the use of jihad as meaning 'holy war' as the more important.
However the quotation has been very influential among some Muslims, particularly Sufis.

Holy war

When Muslims, or their faith or territory are under attack, Islam permits (some say directs) the believer to wage military war to protect them.
However Islamic (shariah) law sets very strict rules for the conduct of such a war.
In recent years the most common meaning of Jihad has been Holy War.
And there is a long tradition of Jihad being used to mean a military struggle to benefit Islam.

What can justify Jihad?

There are a number of reasons, but the Qur'an is clear that self-defence is always the underlying cause.
Permissable reasons for military Jihad:
  • Self-defence
  • Strengthening Islam
  • Protecting the freedom of Muslims to practise their faith
  • Protecting Muslims against oppression, which could include overthrowing a tyrannical ruler
  • Punishing an enemy who breaks an oath
  • Putting right a wrong

What a Jihad is not

A war is not a Jihad if the intention is to:
  • Force people to convert to Islam
  • Conquer other nations to colonise them
  • Take territory for economic gain
  • Settle disputes
  • Demonstrate a leader's power
Although the Prophet engaged in military action on a number of occasions, these were battles to survive, rather than conquest, and took place at a time when fighting between tribes was common.
(BBC)