Sekolah darwis yang disebut
Khajagan ('Para Guru') muncul di Asia Tengah dan berpengaruh besar terhadap
perkembangan kerajaan India dan Turki. Tarekat mengembangkan banyak sekolah
khusus, yang mengambil nama-nama individu. Banyak penulis menganggapnya sebagai
awal dari seluruh 'mata rantai penyebaran' mistik.
Khaja Bahauddin Naqsyabandi
(wafat kira-kira 1389) adalah salah seorang dari tokoh-tokoh besar sekolah ini.
Setelah masanya, dikenal sebagai Rangkaian Naqsyabandi; 'Para Perancang', atau
'Para Guru Desain.'
Bahauddin menghabiskan waktu
tujuh tahun sebagai kerabat istana, tujuh tahun memelihara binatang dan tujuh
tahun dalam pembangunan jalan. Ia belajar di bawah bimbingan Baba as-Samasi
yang mengagumkan, dan dihargai setelah kembali pada prinsip dan praktek
Sufisme. Para syeikh Naqsyabandi sendiri mempunyai kewenangan untuk menuntun
murid ke tarekat-tarekat darwis yang lain.
Karena mereka tidak pernah
mengenakan busana aneh di depan umum, dan karena anggota mereka tidak pernah
melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian, para sarjana tidak
merekonstruksi sejarah tarekat, dan sering kesulitan mengidentifikasi
anggota-anggotanya. Sebagian karena tradisi 'Para Guru' bekerja sepenuhnya di
dalam kerangka kerja sosial dan kultur di mana mereka bertugas, penganut
Naqsyabandi di Timur Tengah dan Asia Tengah memperoleh reputasi sebagai ummat
Muslim yang taat.
BAGAIMANA TAREKAT DIWUJUDKAN
Tiga darwis pergi ke Perjalanan Terpanjang. Ketika kembali, orang-orang berkata kepada mereka:
"Apa yang membantu kalian dalam menyelesaikan perjalanan,
berusaha sendiri, menahan kekurangan dan menyempurnakan kepulangan?"
Yang pertama menjawab, "Kucing dan tikus; karena mengamati mereka
dalam dunia yang umum mengajari aku suatu kepentingan yang seimbang antara
kesunyian dan kegiatan."
Yang kedua menjawab, "Makanan; karena membuatku dapat bertahan
dan memahami."
Yang ketiga menjawab, "Latihan; karena mengajari aku untuk aktif
dan bersatu."
Orang bebal diantara pendengar
mencoba meniru nasihat tersebut secara buta. Mereka tidak berhasil, tetapi
setidaknya mereka meletakkan diri mereka sendiri, dalam realitas jika tidak
dalam penampilan, ada di luar jalan kaum darwis.
Orang setengah bebal diantara
pendengar mengatakan, "Kami tidak akan ngotot berusaha menyamai, kami akan
mencoba menggabungkan prinsip-prinsip tersebut."
Mereka tidak berhasil. Tetapi
setidaknya mereka meletakkan diri mereka sendiri di luar jalan kaum darwis,
meninggalkan mereka dengan tenang; sejak mereka menganggap bahwa mereka
sekarang memiliki semua ajaran.
Lalu kaum darwis berkata pada
mereka yang tinggal, "Sekarang kami akan menunjukkan padamu, bagaimana
menggabungkan dengan benar, rahasia-rahasia dan hal-hal yang paling umum dalam
kehidupan ini yang memungkinkan mencapai Perjalanan Terpanjang."
Inilah Ajarannya:
Dalam persoalan ini, bahwa
tarekat (Guru) telah terjadi. Dalam persoalan ini, bahwa
orang-orang luar dan dalam tetap bertindak.
TIGA KUNJUNGAN KE GURU
Bahauddin Naqsyabandi dikunjungi
sekelompok pencari. Mereka menemukannya di halaman, dikelilingi murid, jelas
kelihatan sangat bergembira. Beberapa dari mereka yang baru
datang itu berkata:
"Betapa buruknya --ini bukan
cara berperilaku, apa pun dalihnya. Mereka mencoba memprotes guru.
Lainnya mengatakan: "Bagi kami ini kelihatan
baik sekali --kami menyukai pengajaran seperti ini, dan berharap ikut ambil
bagian."
Namun sebagian lain mengatakan: "Sebagian dari kami merasa
bingung dan berharap mengetahui lebih banyak mengenai teka-teki ini."
Sisanya berkata pada yang
lainnya: "Barangkali ada hikmahnya
dengan semua ini, tetapi apakah kita harus menanyakannya atau tidak, kita tidak
tahu." Guru mengusir mereka semua.
Dan semuanya tersebar, melalui
percakapan maupun tulisan, pendapat mereka tentang peristiwa tersebut. Bahkan
mereka yang tidak ikut mengalami langsung terpengaruh pula, dan pidato serta
karya mereka mencerminkan kepercayaan mereka terhadap hal tersebut. Beberapa waktu berikutnya, mereka
lewat lagi di jalan tersebut. Singgah ke tempat sang guru. Berdiri di pintu, mereka
memperhatikan bahwa di halaman, guru dan muridnya sedang duduk, sangat sopan;
dalam perenungan yang dalam.
"Ini lebih baik," ujar
beberapa pengunjung, "karena ia dengan jelas belajar dari protes
kita."
"Ini luar biasa," ujar
yang lain, "karena waktu lalu, jelas ia menguji kita."
"Ini terlalu muram,' sambung
yang lain, 'karena kita akan menjumpai wajah-wajah demikian di mana-mana." Kemudian muncul berbagai opini,
suara dan sebagainya.
Sang guru, ketika waktu untuk
refleksi telah usai, mengusir pengunjung-pengunjung ini.
Lama sesudahnya, sekelompok kecil
kembali dan mencari penjelasan atas apa yang telah mereka alami.
Mereka mendatangi pintu gerbang,
dan memandang ke halaman. Sang guru duduk di sana,
sendirian, tidak bergembira maupun meditasi. Murid-muridnya tidak terlihat
lagi.
"Pada akhirnya kalian boleh
mendengar keseluruhan cerita," katanya, "Karena aku sudah dapat
membubarkan orang-orangku, sejak tugasku selesai."
"Ketika pertama kalian
datang, kelasku sangat serius --aku sedang menerapkan perbaikan. Kedua kali
kalian datang, mereka terlalu gembira-- aku sedang memperbaikinya."
"Pada saat bekerja,
seseorang tidak selalu menjelaskan dirinya kepada pengunjung biasa, betapapun
menariknya pengunjung tersebut, seperti yang ia kira. Ketika suatu kegiatan
tengah berlangsung, yang diperhitungkan adalah kegiatan itu berjalan dengan
benar. Di bawah keadaan ini, evaluasi eksternal menjadi perhatian kedua."
PENGAJARAN SATU ARAH
Bahauddin tengah duduk bersama
beberapa murid ketika sejumlah pengikut mendatangi gedung pertemuan. Asy-Syah bertanya pada mereka
satu per satu, untuk mengatakan mengapa ke sana.
Yang pertama menjawab, "Kau
manusia paling agung di muka bumi."
"Aku memberinya racun ketika
sakit, dan ia berpikir aku orang paling agung di muka bumi," ujar
asy-Syah.
Yang kedua menjawab,
"Kehidupan spiritualku telah terbuka, sejak aku diperbolehkan mengikuti
dirimu."
"Ia tidak menentu dan mudah
sakit, dan tidak seorang pun bakal mendengarnya. Aku bersamanya, dan ketenangan
yang dihasilkan disebutnya kehidupan spiritual," jawab asy-Syah.
Yang ketiga menjawab, "Kau
mengerti aku, dan semua yang aku pinta adalah izinkan aku mendengar ceramahmu,
untuk kebaikan jiwaku."
"Ia butuh perhatian dan
mengharapkan perhatian untuknya, bahkan jika dalam bentuk kritik," ujar
asy-Syah, "Ini yang ia sebut 'kebaikan untuk 'jwanya'."
Yang keempat menjawab, "Aku
pergi dari satu orang ke orang lain, menjalani apa yang mereka ajarkan. Tidak
berhenti sampai kau memberiku wazhifah (tugas latihan), dimana aku benar-benar
merasa tercerahkan kontak denganmu."
"Latihan dari yang aku
berikan pada orang ini," ujar asy-Syah:
"Adalah ajaran buatan, sama
sekali tidak berhubungan dengan kehidupan 'spiritual'nya. Aku harus menunjukkan
ilusinya tentang spiritualitas, sebelum aku sampai pada bagian spiritualnya
yang murni, bukan sentimental."
PENERUS
Zabit ibnu al-Munawwar, guru Sufi
pencapaian tinggi, wafat, meninggalkan orang-orang yang tinggal di Balkh tanpa
seorang guru sejati. Dari Turkistan, Elsayar yang patut dimuliakan, laki-laki
berusia hampir empat puluhan, dikirim oleh Bahauddin menjadi pembimbing di
tempat tersebut.
Ketika Elsayar (berkah atas
kesadarannya yang paling dalam!) tiba di Balkh dan pergi ke Khanqah, ia menemui
pemimpin (Khalifah) yang tengah duduk dikelilingi muridnya, mengatur persoalan
komunitas.
Ia diberi tempat di dapur. Hanya
satu orang yang mengenalinya sebagai Penerus, tetapi Elsayar memintanya untuk
diam.
"Di sini kita berdua adalah
kelas rendah," katanya.
Satu bulan kemudian, ketika
Syeikh Agung dari Khurasan mengunjungi Khanqah, ia melewati dapur dan berseru,
"Teman Sejati ada di sini! Dan teman yang semu ada di mana-mana!"
Tidak seorang pun mengerti
pernyataan ini sampai sebuah surat datang dari Khajagan, dialamatkan untuk
Elsayar sebagai Penerus yang Ditunjuk.
Setelah itu ia diperlakukan
dengan sangat.hormat. Azimzada, orang yang mengenali sang penerus, akhirnya
menjadi kepala tempat ibadah.
GURU-GURU PALING LAMA
Bahauddin, dalam lamunan, membawa
dirinya ke masa lalu. Ia berkata pada sekelompok
pencari yang berkunjung: "Aku baru saja melihat, dan
bersahabat dengan guru-guru di masa paling kuno, kendati mereka sudah lama
wafat."
Mereka berkata padanya,
"Tolong katakan pada kami, bagaimana penampakan mereka."
Katanya, "Seperti sikapmu
terhadap ajaran, dimana mereka akan menganggap dirimu iblis."
"Persoalan-persoalan seperti
itu, pernahkah kau melihat mereka, seharusnya kau menganggap mereka benar-benar
tidak sesuai bersahabat denganmu. Janganlah bertanya tentang mereka."
MENGAPA AKU MELAKUKANNYA
Suatu hari seorang laki-laki
mendatangi guru agung, Bahauddin Ia minta bantuan untuk
masalahnya, dan bimbingan di jalan Ajaran. Bahauddin mengatakan padanya
untuk meninggalkan pelajaran spiritual, dan meninggalkan halaman saat itu juga. Seorang pengunjung yang baik hati
memprotes Bahauddin.
"Seharusnya kau menunjukkan,"
ujar guru.
Pada saat itu, seekor burung
terbang memasuki ruangan, berputar ke sana ke mari, tidak tahu ke mana akan
keluar. Sang Sufi menunggu sampai burung
itu hinggap di dekat jendela yang terbuka di ruangan tersebut. Tiba-tiba ia
menepukkan tangannya. Ketakutan, burung itu terbang
langsung melalui jendela yang terbuka untuk kebebasan.
"Baginya, suara itu haruslah
sesuatu yang mengejutkan, bahkan sebuah penghinaan, kau tidak setuju?"
ujar Bahauddin.
PENGAJARAN TAK LANGSUNG
Seorang murid menghadiri asy-Syah
Bahauddin di Bukhara. Setelah duduk dalam pertemuannya selama beberapa hari,
ketua murid Bahauddin memberi tanda padanya untuk mendekati Syeikh dan
berbicara.
"Aku datang," ujarnya,
"dari Syeikh Ridwan. Aku harap kau akan memberiku sesuatu."
"Dari siapa?"
"Dari Syeikh Ridwan."
Bahauddin memintanya mengulangi
apa yang ia katakan. Dan ia kemudian bertanya lagi padanya, dan lagi, sampai ia
yakin bahwa Naqsyaband tuli dan mungkin bodoh.
Ketika kesimpang-siuran ini
berlalu selama satu jam atau lebih, Bahauddin berkata:
"Aku tidak dapat
mendengarmu. Aku tidak mendengar kata-kata yang kau ucapkan."
Si murid berdiri dan mulai
meninggalkan tempat, sambil bergumam, "Semoga Allah mengampunimu!"
Asy-Syah tidak lagi tuli, segera
menjawab, "Dan engkau, dan juga Syeikh Ridwan."
UDARA QASLIR AL-ARIFIN
Berkait dengan permintaan raja
Bukhara kepada Bahauddin Naqsyabandi, untuk memberinya saran atas sebuah
persoalan.
Pesannya, "Duta besar akan
datang, dan aku harus bersamamu ketika ia di sini, untuk konsultasi. Tolong
datanglah."
Bahauddin mengirim jawabannya.
"Aku tidak dapat datang,
sejak saat aku tergantung pada udara Qaslir al-Arifin, dan tidak mempunyai alat
untuk membawanya bersamaku di dalam botol penyimpanan."
Semula raja merasa bingung,
kemudian jengkel. Sebagai pengganti kebutuhannya terhadap Bahauddin sebagai
guru, ia memutuskan untuk memprotes sikap kurang ajar ini.
Sementara itu, kunjungan duta
besar dibatalkan, dan raja tidak harus berhubungan lagi dengannya.
Suatu hari, sebulan kemudian,
raja sedang duduk di ruangan ketika seorang pembunuh melompat padanya.
Bahauddin Naqsyabandi, yang memasuki ruang singgasana pada saat itu, melompat
ke orang tersebut dan melucuti senjatanya.
"Sebagai pengganti
kekurangsopananmu, aku berhutang budi padamu, Hadrat asy-Syah," ujar raja.
"Kesopanan mereka yang tahu
keberadaannya ketika seseorang membutuhkan mereka, tidak untuk duduk menunggu
duta besar yang tidak jadi datang," jawab Bahauddin.
JAWABAN BAHAUDDIN
Banyak pertanyaan, satu jawaban. Aku datang ke sebuah kota, di
mana orang-orang berkerumun
Mereka berkata: "Dari mana
kau datang?"
Mereka berkata: "Kemana kau
pergi?"
Mereka berkata: "Dalam
rombongan apa kau bepergian?"
Mereka berkata: "Apa
keturunanmu?"
Mereka berkata: "Apa
warisanmu?"
Mereka berkata: "Apa
pusakamu?"
Mereka berkata: "Siapa yang
kau pahami?"
Mereka berkata: "Siapa yang
memahami dirimu?"
Mereka berkata: "Apa
doktrinmu?"
Mereka berkata: "Siapa yang
mempunyai seluruh doktrin?"
Mereka berkata: "Siapa yang
tidak mempunyai doktrin sama sekali?"
Aku berkata pada mereka:
'Apa yang tampak banyak bagimu
adalah satu;
Apa yang tampak sederhana,
sebenarnya tidak;
Apa yang tampak rumit, sebenarnya
mudah;
Jawaban untuk kalian semua
adalah, 'Kaum Sufi'.
SUFI YANG MENYEBUT DIRINYA ANJING
Maulana Darwis, kepala Tarekat
Naqsyabandiyah dan salah seorang guru besarnya, suatu hari duduk di Zawiah-nya
ketika seorang pendeta yang marah, menyerobot masuk.
"Kau duduk di sana,"
teriaknya, "Anjing kau ini, dikelilingi murid, ditaati mereka dalam setiap
keterangan! Aku di lain pihak, memanggil orang untuk mengusahakan
pengampunan-Nya, melalui doa dan kecermatan, sebagaimana diperintahkan kepada
kami."
Pada kata "anjing",
beberapa Pencari bangkit untuk mengusir pendeta tersebut.
"Tenanglah," ujar
Maulana, "karena 'anjing' sebenarnya kata-kata yang baik. Aku anjing, yang
taat pada majikannya, menuntun domba dengan isyarat, penjelasan tentang
keinginan Majikan kita. Seperti seekor anjing, aku, marah pada penyelundup dan
pencuri. Dan aku mengibaskan ekorku dengan senang ketika teman Majikanku
mendekat."
"Menggonggong, mengibas dan
mencintai adalah sikap seekor anjing, kita melatih mereka; karena Majikan
memiliki kita, dan tidak menggonggong serta mengibas dengan sendirinya."
MENGHARGAI PEMIKIRAN
Sadik Hamzawi ditanya:
"Bagaimana engkau dapat
berhasil, atas keinginannya, guru dari Samarkand, kalau engkau dahulu cuma
seorang pelayan di rumah ini?"
Katanya, "Ia mengajariku apa
yang ingin ia ajarkan, dan aku mempelajarinya. Ia pernah berkata, 'Aku tidak
dapat mengajar yang lainnya, murid-murid, pada tingkat yang sama, karena mereka
ingin bertanya, mereka menuntut pertemuan, mereka menentukan kerangka kerja,
oleh karena itu mereka mengajari diri sendiri, apa yang sudah mereka ketahui.'
Aku bertanya padanya, 'Ajari aku
apa yang engkau bisa, dan katakan padaku bagaimana mempelajarinya,' begitulah,
bagaimana aku menjadi penerusnya. Orang-orang menghargai suatu pemikiran
bagaimana mengajar serta belajar ditempatkan. Mereka tidak dapat memiliki
gagasan sekaligus pelajaran."
CERITA NAQSYABANDI
Tetapi ini kisah lama katamu
--kata mereka. Tetapi pasti ini kisah baru
katamu --kata sebagian. Katakan sekali lagi --kata
mereka; Atau, jangan katakan lagi --kata
yang lain.
Tetapi aku sudah mendengar semua
ini sebelumnya --kata sebagian;
Atau, tetapi ini bukan bagaimana
dikisahkan sebelumnya --kata sisanya.
Dan ini, ini adalah orang-orang
kita, Darwis Baba, inilah orangnya.
KALIMAT KHAJAGAN
Rudhbari: Hati ke hati adalah
sarana esensial menuju rahasia jalan.
Maghribi: Belajar ada di dalam
aktivitas. Belajar melalui kata-kata sendiri adalah aktikitas minor.
Khurqani: Pada waktu tertentu,
lebih dapat disampaikan dengan mengalihkan perhatian daripada dengan menarik
perhatian.
Al-Jurjani: Guru dan pelajaran
bersama menghasilkan pengajaran.
Farmadzi: Pengalaman-pengalaman
ekstrim satu-satunya cara menuju berlangsungnya tujuan belajar dengan pantas.
Hamadani: Pelayanan kemanusiaan tidak
sekadar membantu memperbaiki kehidupan. Melalui sarana tersebut, pengetahuan
batiniah dapat dipelihara, dipusatkan dan disebarkan.
Yasavi: Aktikitas lokal merupakan
garis pokok Jalan Darwis.
Barqi: Keindahan hanyalah
merupakan bentuk paling rendah dari pemahaman terhadap yang Nyata.
Andaki: Usaha bukanlah usaha
tanpa zaman, makan, ikhwan (waktu, tempat, orang yang tepat).
Ghajdawani: Kita bekerja di semua
tempat dan waktu. Orang-orang percaya bahwa manusia menjadi penting jika ia
terkenal. Hal sebaliknya mungkin merupakan kebenaran yang sebanding.
Ahmad Shadiq: Tanda Manusia yang
Mencapai adalah manakala ia tidak salah melambangkan hal-hal yang khusus, atau
menerjemahkan hal-hal yang simbolis.'
Faghnavi: Ilmu kita bukan dari
dunia, melainkan tentang dunia.
Rewgari: Kebodohan adalah mencari
sesuatu di tempat di mana imajinasi yang terdidik berharap ditemukan.
Kenyataannya, ada di mana-mana sehingga engkau dapat menyarikannya.
Ramitani: Informasi menjadi
terpotong, pengetahuan tidak. Apa yang menyebabkan terpotongnya informasi
adalah tradisi keilmuan.
Samasi: Manusia memikirkan banyak
hal. Ia berpikir dirinya Satu, pada umumnya ia beberapa. Sampai menjadi Satu,
ia tidak dapat memiliki pemikiran yang cukup tentang apa sebenarnya dirinya.
Sokhari: Kita mengirim pelajaran
ke Cina, dan menjadi orang Cina, kata mereka; karena mereka tidak dapat melihat
orang yang mengirimnya. Kita kirim orang ke India, dan mereka bilang bahwa ia
hanyalah orang Turki.
Naqsyabandi: Ketika orang-orang
berkata 'menangis,' mereka tidak bermaksud 'selalu menangis'. Ketika mereka
berkata jangan 'menangis,' mereka tidak bermaksud engkau tetap menjadi badut.
Aththar: Sebuah dokumen asli
mungkin mengandung tujuh dasar kebenaran. Sebuah tulisan atau ceramah yang
tampak tidak berarti, mungkin memiliki kandungan kebenaran yang sama banyak.
Khamosy: Bukan masalah apakah
engkau belajar dengan ketenangan, dengan ceramah, dengan usaha, dengan
kepatuhan. Masalahnya, bagaimana pelaksanaannya, bukan 'sudah dilaksanakan'.
Kasygari: Jika engkau tetap
bertanya: 'Mengapa si anu mengajariku masalah ini atau itu, dan bagaimana
menerapkannya?' --maka engkau tidak mampu memahami jawaban yang cukup dalam.
Charkhi: Tidak masalah di mana
kebenaran ada di dalam dirimu, gurumu dapat membantu menemukannya. Jika ia
menerapkan hanya satu rangkaian metode kepada setiap orang, ia bukan seorang
guru, apalagi gurumu.
Samarqandi (Khwaja Ahrar): Untuk
setiap tipu daya terdapat realitas yang palsu.
Al-Lahi: Kita tidak hidup di
Timur atau Barat; kita tidak belajar di Utara, juga tidak mengajar di Selatan.
Kita tidak terikat di jalan ini, tetapi kita mungkin terpaksa berbicara di
jalan ini.
Al-Bukhari: Jalan yang mungkin
dilewati tetesan air. Mungkin saja dilalui ketentuan-ketentuan yang kompleks.
Zahid: Ketika engkau melihat Sufi
sedang belajar atau mengajar sesuatu yang tampaknya di luar bidang
spiritualitas, engkau harus tahu bahwa terdapat spiritualitas zaman.
Darwis: Manakala ada waktu untuk
keheningan; di masa persahabatan, persahabatan; di tempat usaha, usaha. Di
waktu dan tempat segala sesuatu, segala sesuatu.
Samarqandi [Amini(k) I]: Berlalu
dari waktu dan tempat menuju ke tanpa batas waktu dan tempat, ke dunia yang
lain. Di sanalah asal-usul kita.
Simaqi: Jika engkau mengambil apa
yang relatif menjadi apa yang absolut, engkau mungkin kehilangan. Jangan ambil
apa pun, daripada berisiko.
Sirhindi: Jangan hanya berbicara
tentang Empat Tarekat, atau tentang Tujuhpuluh Dua jalan, atau tentang 'Jalan
sebanyak jiwa Manusia'. Bicaralah tentang jalan dan pencapaian. Semuanya lebih
rendah daripada hal itu.
Ma'sum: Esensi (Dzat) terwujud
hanya dalam pemahaman.
Arif: Barangkali berkembang
secara independen. Orang-orang itu disebut daravish (para Darwis) bukanlah
seperti apa yang engkau pikirkan. Oleh karena itu, pikirkan yang Sejati. Adalah
sesuatu seperti apa yang engkau pikirkan.
Badauni: Engkau tidak dapat
menghancurkan kami jika engkau menentang kami. Tetapi engkau dapat membuat
sesuatu sulit bagi kami, kendati engkau menganggap membantu kami.
Jan-i-Janan: Manusia dapat
mengambil bagian pada yang Abadi. Ia tidak dapat melakukannya dengan berpikir
ia dapat memikirkan hal tersebut.
Dehlavi: Kita menghabiskan
ruangan di suatu tempat. Jangan memberi tanda untuk menandai tempat. Cukup
ambillah material yang menunjukkan tempat, sewaktu masih ada di sana.
Qandahari: Engkau mendengar
kata-kataku. Dengarkan juga, bahwa ada kata-kata lain selain milikku. Bukan
berarti mendengar dengan telinga fisik. Karena engkau hanya melihat aku, engkau
mengira tidak ada Sufisme selain dariku. Engkau di sini untuk belajar, bukan
untuk mengumpulkan informasi sejarah.
Jan-Fishari: Engkau mungkin
mengikuti satu tarekat. Sadarilah bahwa itu membimbing ke Lautan. Jangan sampai
keliru tarekat untuk ke Laut.
MU'JIZAT DAN MUSLIHAT
Suatu ketika Bahauddin menerima
seorang Qalandar yang menawarkan diri melakukan keajaiban, sebagai bukti bahwa
ia mewakili guru mistik paling agung.
Asy-Syah berkata:
"Kami di sini di Bukhara
adalah komunitas yang unik, yang ditakdirkan untuk tidak menghasilkan atau
membenarkan hal-hal khusus yang paling kecil, dengan peristiwa-peristiwa luar
biasa yang disebut mu'jizat (keajaiban). Tetapi bernilai bagimu untuk menunjukkan
di depan seluruh perkumpulan kaum darwis, dan semua yang datang menemui
kami."
Maka waktu pertunjukan pun diatur
untuk penampilan si Qalandar asing. Sepanjang hari ia menunjukkan keajaiban
satu demi satu; ia membawa kematian menuju kehidupan, ia berjalan di atas air,
ia membuat kepala yang terputus berbicara dan keajaiban-keajaiban lain.
Warga Bukhara gempar. Sebagian
mengatakan bahwa ia pasti murid setan, karena mereka tidak mau menerima cara
hidupnya atau mempercayainya sebagai kekuatan yang bermanfaat. Sebagian
pendukung asy-Syah menyatakan diri mereka puas, "Matahari baru telah
terbit", dan mereka berusaha mempersiapkan tempat ibadahnya. Sebagian
murid baru asy-Syah memintanya menunjukkan keajaiban yang sama, untuk
menunjukkan pada mereka bahwa ia mampu.
Bahauddin tidak berbuat apa pun
selama tiga hari. Maka, di depan banyak orang, ia mulai menunjukkan apa yang
dapat disebut keajaiban. Satu per satu, orang-orang melihat sesuatu yang sulit
dipercaya. Mereka melihat, mendengar dan menyentuh hal yang bahkan tidak dapat
dibayangkan tentang mu'jizat orang-orang suci sepanjang masa.
Maka Bahauddin, satu per satu,
menunjukkan pada mereka, bagaimana muslihat yang dilakukan, dan bahwa mereka
telah terpedaya.
"Kalian yang mencari
permainan sulap -- ikuti jalan permainan sulap," katanya, "karena aku
mengerjakan yang lebih serius."
PERTANGGUNGJAWABAN
Suatu malam, seorang pencuri yang
berusaha memanjat jendela sebuah rumah yang hendak ia curi, terjatuh karena
kusen jendela patah, membentur tanah dan mematahkan kakinya.
Ia pergi ke pengadilan menuntut
pemilik rumah. Katanya:
"Tuntutlah tukang kayu yang
memasangnya."
Tukang kayu menjawab:
"Tukang batu tidak membuat
lubang yang cukup."
Ketika tukang batu dipanggil, ia
berkata:
"Kesalahanku disebabkan oleh
perempuan cantik yang melintas ketika aku sedang mengerjakan jendela."
Perempuan tersebut ditemukan,
katanya:
"Saat itu aku mengenakan
baju yang bagus. Biasanya, tidak seorang pun memandangku. Itu kesalahan
bajunya, yang dicelup dalam garis-garis aneka warna."
"Sekarang kita memiliki
orang yang berbuat kejahatan," ujar hakim, "panggil orang yang
mencelupnya, dan ia harus bertanggung jawab atas kerusakan kaki pencuri."
Ketika mereka menemukan
pencelupnya, ia berbalik ke suami perempuan tersebut. Begitulah bahwa ia -
pencuri itu sendiri.
KEPALSUAN
Suatu hari seorang laki-laki
pergi ke guru Sufi dan menjelaskan bagaimana guru yang salah menentukan
latihan-latihan untuk pengikutnya.
"Orang tersebut jelas
seorang penipu. Ia meminta muridnya untuk 'tidak berpikir apa pun'. Mudah
mengatakan, yang karena mengesankan banyak orang. Tetapi mustahil untuk tidak
berpikir apa pun."
Guru berkata padanya:
"Mengapa engkau datang
menemuiku?"
"Untuk menunjukkan
kemustahilan orang ini, dan juga mendiskusikan mistisisme."
"Tidak sekadar mencari
dukungan atas keputusanmu, bahwa orang ini adalah seorang penipu?"
"Tidak, aku sudah tahu
itu."
"Tidak untuk menunjukkan
pada kami yang duduk di sini bahwa engkau lebih tahu daripada orang biasa,
orang yang mudah tertipu?"
"Tidak, sebenarnya aku ingin
engkau memberiku petunjuk."
"Baiklah. Petunjuk paling
baik yang dapat kuberikan padamu adalah saran -- jangan berpikir apa pun."
Orang ini segera mengundurkan
diri dari pertemuan tersebut, percaya bahwa sang guru seorang penipu.
Tetapi seorang asing, yang
ketinggalan permulaan peristiwa tersebut, dan memasuki ruangan tepat pada saat
guru mengatakan:
"Petunjuk paling baik yang
dapat kuberikan padamu adalah jangan berpikir apa pun," ia sangat
terkesan.
"Tidak memikirkan apa pun; sebuah
konsep yang luhur!" katanya pada diri sendiri.
Dan ia pergi setelah acara hari
itu, tidak mendengar apa pun yang membantah pemikiran tentang tidak berpikir
apa pun.
Hari berikutnya salah seorang
murid bertanya pada guru, siapa diantara dua orang tersebut yang benar.
"Tidak ada," katanya,
"Mereka masih harus belajar bahwa ketamakan mereka adalah selubung,
rintangan. Jawaban mereka tidak dalam satu kata, satu kunjungan, satu solusi
mudah. Hanya melalui kontak berkelanjutan dengan ajaran yang diserap orang-orang,
sedikit demi sedikit, yang kemudian terakumulasi secara berangsur-angsur menuju
sebuah pemahaman akan kebenaran. Maka pencari menjadi penemu."
"Guru Rumi berkata, 'Dua
orang datang padamu, satu memimpikan Surga, lainnya Neraka. Mereka bertanya,
manakah yang nyata. Apa jawabannya?' Jawabannya adalah menghadiri ceramah guru
sampai engkau berada dalam keadaan serasi."
PELAJARAN DAN KAFILAH
Syeikh Rewgari dikunjungi oleh
orang yang mengaku sudah lama dan benar-benar diterima sebagai murid.
Syeikh berkata kepadanya tentang
kehidupannya dan persoalannya, dan kemudian menyuruhnya pergi, sambil
mengatakan, "Jawabanmu akan dikirim kepadamu pada waktunya."
Kemudian syeikh memanggil salah
seorang murid seniornya, dan berkata, "Pergilah ke rumah si Fulan (calon
murid) dan tanpa menyebut namaku. Tawari ia pekerjaan yang aman dan
menguntungkan di kafilah dagangmu."
Segera jawaban datang dari calon
murid kepada syeikh.
"Aku mohon maaf karena tidak
menunggu Anda, sejak keberuntungan yang diberikan kepadaku, posisi yang bagus,
oleh salah seorang pedagang terbesar di kota ini, dan aku harus mencurahkan
seluruh waktuku untuk pekerjaan ini, demi kepentingan keluargaku."
Syeikh Rewgari pada beberapa
kesempatan dengan tepat mengetahui bahwa pengunjung yang datang padanya, hanya
karena mereka menderita kekecewaan dalam hidup. Ini bukan contoh yang langka
tentang tindakannya tersebut.
LATIHAN BATINIAH
Setiap Manusia Sempurna,
perasaannya sama dengan yang lain. Maksudnya, dengan tepat membiasakan diri
melalui kekuatan Sekolah, seorang murid dapat berkomunikasi dengan Yang Maha
Agung, seperti berkomunikasi dengan sesama mereka, melintasi waktu dan tempat.
Kita telah memperbarui substansi
tradisi para Pendahulu. Kebanyakan diantara kaum darwis yang setia tidak
melakukan hal ini, dan kita harus meninggalkan mereka pada apa yang ingin
mereka lakukan. Jangan berselisih dengan mereka. 'Engkau pada Jalanmu, dan aku
pada Jalanku.'
Tugas dan kegiatan Tarekat
membentuk satu keseluruhan; Kebenaran, cara pengajaran dan peserta membentuk
satu tangan, di mana orang bebal mungkin hanya melihat ketidaksamaan
jari-jemari, bukan kombinasi tangan itu sendiri.
(Bahauddin Naqsyabandi)
TENTANG AGAMAMU
Di seluruh kepustakaan darwis
engkau akan mendapati kami mengatakan berulang-ulang, bahwa kami tidak
memperhatikan agamamu atau bahkan dengan kekurangannya. Bagaimana dapat hal ini
disatukan dengan kenyataan bahwa penganut menganggap diri mereka sendiri yang
terpilih?
Perbaikan manusia adalah tujuan,
dan pengajaran batiniah seluruh keyakinan bertujuan demikian. Dalam usaha
menyempurnakannya, selalu terdapat tradisi yang diteruskan olah penerus para
ahli, yang memilih calon untuk diberi pengetahuan ini.
Diantara orang-orang, semua jenis
ajaran ini telah diteruskan. Karena dedikasi kita pada esensi, kita harus,
dalam jalan Darwis, mengumpulkan orang-orang yang tidak memperhatikan hal-hal
eksternal, dan terus dijaga kemurnian, secara rahasia, kapasitas kita untuk
melanjutkan suksesi. Dalam dogma agama kaum Yahudi, Kristen, Zoroaster, Hindu
dan kaum literalis Islam, hal yang murni ini telah hilang.
Kita kembalikan semua prinsip
utama ini ke seluruh agama tersebut, dan inilah mengapa engkau akan melihat
banyak penganut Yahudi, Kristen dan lainnya diantara pengikutku. Kaum Yahudi
mengatakan bahwa mereka Yahudi murni, demikian juga penganut Kristen.
Hanya ketika engkau mengetahui
Faktor Tertinggi, maka engkau akan mengetahui situasi yang sebenarnya tentang
agama saat ini, dan tentang ketidakpercayaan itu sendiri. Dan ketidakpercayaan
sendiri merupakan agama dengan bentuk kepercayaannya sendiri.
(Ahmad Yasavi)
ISTANA PENCERAHAN
(Alasan-alasan bagi Penegakan
Sebuah Tarekat)
Jalan (Tarekat) para Guru
memperoleh substansinya dalam suksesi yang terus menerus dari waktu ke waktu
paling awal. Mengandung hubungannya secara paralel, dengan guru-guru lama dan
guru-guru kontemporer, melalui komunikasi langsung yang terjadi.
Saat ini banyak orang luar
dibingungkan dengan fakta, bahwa terdapat perbedaan aliran (madzhab) dan
formulasi di dalam Tarekat kami. Mereka semakin bingung karena, kendati
pengikut satu aliran menghargai, memuja dan mengikuti satu guru dan metodenya,
mereka mungkin pula bergabung dengan yang lain pada saat yang sama atau
berbeda.
Alasannya, tidak jauh mencari,
jika engkau tahu bagaimana mencarinya. Jawabannya, ada di aforisme kuno kami,
'Bicaralah pada Siapa pun, Sesuai dengan Permahamannya.'
Tugas guru adalah mengajar. Dalam
mengajar ia harus mengingat akan kecenderungan dan pemikiran-pemikiran tertentu
yang ada pada pengikutnya. Misalnya, ia harus menggunakan bahasa Bukhara kepada
orang Bukhara, dan bahasa Baghdad bila di Baghdad.
Jika ia mengetahui apa yang ia
ajarkan, ia menyusun bentuk luar sarana mengajarnya, seperti membangun bentuk
fisik sekolah, sesuai dengannya. Juga keterlibatan adalah sifat dasar dan
deskripsi para murid, dan kemampuan mereka.
Ambillah contoh dalam perkumpulan
musik. Kita tidak mengikutinya atau menggunakan musik. Ini karena untuk waktu
dan kedudukan kita, lebih banyak bahayanya daripada kebaikan. Musik, didengar
dengan cara yang benar, meningkatkan pendekatan kepada Kesadaran. Tetapi akan
membahayakan orang-orang yang tidak cukup siap, atau tipe yang tepat, untuk
mendengar dan memainkannya.
Mereka yang tidak mengetahui ini
menerima musik sebagai sesuatu yang sakral. Perasaan yang mereka alami selagi
memperturutkannya, dengan salah mereka mengagungkannya. Kenyataannya, mereka
menggunakannya untuk tujuan-tujuan lebih rendah, mengaduk-aduk sentimen, emosi
yang tidak mempunyai dasar untuk kemajuan lebih jauh.
Kaum darwis ikut serta pada
Tarekat paling sesuai dengan sifat dasar batiniah mereka. Mereka tetap bersama
guru mereka sampai ia berkembang sejauh mungkin. Setelah itu, mungkin mereka
pergi atau dikirim ke guru lain, agar mengambil bagian dalam latihan-latihan
khusus yang digunakan dalam satu cara, sebagian cara lain. Sebagian
dipertahankan, karena mereka tidak menerapkannya di tempat ini atau saat ini.
Hampir sama dengan semua aliran lain. Itulah alasan bahwa di sini engkau akan
menemukan guru-guru yang mempunyai jubah Izin untuk mengikutkan murid dari
semua Tarekat, tetapi siapa yang bekerja dengan komunitas ini sesuai dengan
kebutuhannya, berdasar pada ilmu asli di mana semua bentuk lainnya didasarkan.
Aliran kita didirikan berdasar
otoritas pendahulu kita, yang dapat dibuktikan dan tanpa cela di dalam suksesi
terus menerus, serta tercatat dari asal-usul spiritual. Bagaimanapun, sedikit
yang engkau ketahui, betapa kecilnya anggapan-anggapan eksternal (yang
memuaskanmu melalui reputasi moral kami) dalam perbandingan dengan Kebenaran
Pengalaman fundamental, yang merupakan kekuatan warisan kami yang tidak
terlihat.
(Bahauddin Naqsyabandi)
No comments:
Post a Comment